"Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri" (Q.S. Ar Ra'd:11)
Tuesday, January 8, 2013
Makalah Kepemimpinan dalam Pendidikan
KATA PENGANTAR
Assalamualaikumwarohmatullahiwabarokatu.....
Banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit sekali yang kita ingat. Segala puji hanya layak untuk Allah Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Kepemimpinan Dalam Pendidikan”. Dalam penyusunannya, saya memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, karena itu saya mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu.
Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik. Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.
Batang,November 2012
Penyusun
"KEPEMIMPINAN DALAM PENDIDIKAN"
BAB I
PENDAHULUAN
Sejalan dengan tantangan kehidupan global, pendidikan merupakan hal yang sangat penting karena pendidikan salah satu penentu mutu Sumber Daya Manusia. Dimana dewasa ini keunggulan suatu bangsa tidak lagi ditandai dengan melimpahnya kekayaan alam, melainkan pada keunggulan Sumber Daya Manusia (SDM). Dimana mutu Sumber Daya Manusia (SDM) berkorelasi positif dengan mutu pendidikan, mutu pendidikan sering diindikasikan dengan kondisi yang baik, memenuhi syarat, dan segala komponen yang harus terdapat dalam pendidikan, komponen-komponen tersebut adalah masukan, proses, keluaran, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana serta biaya.
Mutu pendidikan tercapai apabila masukan, proses, keluaran, guru, sarana dan prasarana, biaya serta seluruh komponen tersebut memenuhi syarat tertentu.
Pendidikan yang bermutu sangat membutuhkan tenaga kependidikan yang professional. Tenaga kependidkan mempunyai peran yang sangat strategis dalam pembentukan pengetahuan, ketrampilan, dan karakter peserta didik. Oleh karena itu tenaga kependidikan yang professional akan melaksanakan tugasnya secara professional sehingga menghasilkan tamatan yang lebih bermutu.
BAB II
LATAR BELAKANG
Dari sedikit penjelasan mengenai berbagai sumber daya yang ada dalam suatu lembaga pendidikan tersebut. Keseluruhannya tidak dapat berjalan secara baik tanpa adanya manajemen yang jelas serta adanya seorang pemimpin yang mengarahkan serta mengawasi jalannya proses administrasi yang ada.
Maka dari itu dalam makalah ini akan dijelaskan secara singkat mengenai peran penting seorang pemimpin maupun segala sesuatu yang berkaitan dengan tanggungjawabnya terutama dalam sebuah lembaga pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
a. Pengertian Kepemimpinan Pendidikan
Leadership atau kepemimpinan adalah “proses pengaruh-mempengaruhi antar pribadi atau antar orang dalam situasi tertentu, melalui proses komunikasi terarah untuk mencapai suatu tujuan tertentu” atau menurut McFarland (1978) kepemimpinan adalah suatu proses dimana pimpinan dilukiskan akan memberikan perintah atau pengaruh, bimbingan atau proses mempengaruhi pekerjaan orang lain dalam memilih dan mencapai tujuan.
Mengenai kepemimpinan dalam sebuah lembaga pendidikan dalam hal ini kepala sekolah, Kepemimpinan merupakan suatu kemampuan dan kesiapan seseorang untuk mempengaruhi, membimbing, mengarahkan, dan menggerakkan staf sekolah agar dapat bekerja secara efektif dalam rangka mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran yang telah ditetapkan. Bahkan secara sederhana dpt disebut sebagai layanan bantuan yang diberikan kepala sekolah terhadap penetapan dan pencapaian tujuan.
b. Unsur-unsur kepemimpinan.
Proses kepemimpinan dapat berjalan jika memenuhi unsur-unsur sbb.:
Ø Ada yang memimpin
Ø Ada yang dipimpin
Ø Ada kegiatan pencapaian tujuan
Ø Ada tujuan / target sasaran
c. Syarat dan Prinsip Proses Kepemimpinan Pendidikan
Ø Seorang pemimpin harus memiliki kepribadian yanng terpuji antara lain: periang, ramah, bersemangat, pemberani, murah hati, spontan, percaya diri, dan memiliki kepekaan sosial yang tinggi.
Ø Paham dan menguasai tujuan yang hendak dicapai dan mampu mengkomunikasikan kepada bawahan dan stakeholder.
Ø Berwawasan lebih luas dibidang tugasnya dan bidang-bidang lain yang relevan. Berpegang pada prinsip-prinsip umum kependidikan yang meliputi: Konstruktif, Kreatif, Partisipatif, Kooperatif, Pendelegasian yang baik/proporsional, dan memahami dan menerapkan prinsip kepemimpinan Pancasila yang dikembangkan oleh Ki Hajar Dewantara.
Selain adanya syarat bagi seorang pemimpin yang baik ada beberapa Aspek personalitas yang penting dimiliki seorang pemimpin dalam kepemimpinan pendidikan, diantaranya :
Ø Memiliki kemampuan yang lebih tinggi daripada orang-orang yang dipimpinnya dalam bidang pendidikan (Elsbree, 1967)
Ø Memiliki keinginan yang terus-menerus untuk belajar menyesuaikan kemampuan dengan perkembangan dan tujuan organisasi yang dipimpinnya.
d. Sifat-Sifat Seorang Pemimpin
Kemampuan Personality Kepemimpinan Pendidikan • Beberapa sifat yang dapat mendukung keberhasilan KS dalam menggalang hubungan dengan orang-orang yang dipimpinnya: - Bersahabat - Responsif - Periang - Antusias - Berani/bebas dari rasa takut dan bimbang - Murah hati - Percaya diri - Spontan - menerima
Sifat Kepribadian Pemimpin yang Efektif Memiliki visi kedepan yang jelas, Konseptualis Memanfaatkan pengalaman yang lalu, Kesadaran akan segala kemungkinan yang akan terjadi (antisipatif), Mengutamakan kebenaran informasi, Arsitek social, Mengenal dengan baik dirinya sendiri.
Sejumlah sifat lain yang harus dimiliki seorang pemimpin pendidikan Berpengalaman luas, Mengayomi, Paham terhadap, Mawas diri tujuan organisasi, Bersikap wajar, Berstamina, memiliki, Berjiwa besar antusiasme tinggi, Rasional, Bersikap adil, Pragmatis, Jujur/terbuka, Objektif, bijaksana (Burhanuddin, 1994).
e. Tipe-Tipe Dasar Kepemimpinan
1. Kepemimpinan otoriter : sangat mengandalkan kedudukannya / kekuasaannya sebagai pemimpin
2. Kepemimpinan laizes-faire : pemimpin yang keberadaannya haya sebagai lambing
3. Kepemimpinan demokratis : mengutamakan kerjasama antara atasan dan bawahan
4. Kepemimpinan pseudo-demokratis : nampak seperti demokratis tetapi semu karena tetap otoriter dan demi kepentingan kelompok tertentu saja.
f. Hakekat Kepemimpinan Pendidikan
Kepemimpinan pendidikan pada hakekatnya merupakan produk situasional. Kepemimpinan praktik kepemimpinan di sekolah banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor situasi. Kepemimpinan yang berhasil adalah kepemimpinan yang dapat memnuhi kebutuhan situasi dan dapat memilih / menerapkan teknik atau gaya kepemimpinan yang sesuai dengan tuntutan situasi tersebut
Berbagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan kepemimpinan antara lain:
1. Karakteristik orang yang dipimpin
2. Pekerjaan lingkungan sekolah
3. Kultur atau budaya setempat
4. Kepribadian kelompok
5. Waktu yang dimiliki oleh sekolah
Tingkat perkembangan guru yang mempengaruhi keberhasilan keepemimpinan di sekolah
Ø P4 = tingkat perkembangan guru tinggi. Mereka memiliki kemampuan dan kemauan melaksanakan tugasnya
Ø P3 = tingkat perkembangan guru pada taraf sedang ke tinggi. Ditandai dengan adanya kemampuan tetapi tidak mau atau kurang yakin dengan apa yang dikerjakannya.
Ø P2 = tingkat perkembangan pada taraf rendah ke-sedang. Ditandai dengan tidak adanya kemampuan tetapi ada kemauan untuk bekerja
Ø P1 = tingkat perkembangan rendah. Tidak adanya kemampuan dan tidak ada kemauan untuk melaksanakan tugas dan selalu merasa kurang yakin dengan apa yang dikerjakannya
g. Gaya-gaya Kepemimpinan
1. Gaya 1 = instruktif (untuk P1) Perilaku pemimpin ada pada kadar direktif yang tinggi tetapi suporting yang rendah. Ia lebih banyak memberikan arahan dan pengawasan yang ketat kepada bawahan.
2. Gaya 2 = Kaonsultasi (untuk P2) Pemimpin memberikan arahan tinggi 9intensif0 dan memberi suporting yang tinggi pula untuk mendukung kemauan yang dimiliki orang- orang yang dipimpinnya.
3. Gaya 3 = Partisipasi (untuk P3) Pemimpin berusaha mendorong orang-orang yang dipimpinnya untuk menggunakan kemampuan yang dimiliki secara optimal. Seiring dengan meningkatnya kemampuan orang yang dipimpin, pemimpin lebih banyak bertukar pikiran/ pandangan dan memberi kesempatan kepada bawahan untuk mengambil keputusan.
4. Gaya 4 = Delegasi (untuk P4) Pemimpin sudah lebih banyak memberikan pendelegasian wewenang. Arahan dan dukungan hanya diberikan pada hal-hal tertentu saja jika dianggap perlu saja.
BAB VI
PENUTUPAN
Demikian makalah ini saya buat. Terima kasih atas perhatianya Saya menyadari masih banyak kekurangan, sran dan kritik yang membangun senantiasa saya harapkan agar makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Wasalamualaikumwarohmatullahiwabarokatu......
Makalah Hadits Tentang Lingkungan
BAB I
Pendahuluan
A. Latar
Belakang
Alam semesta merupakan karunia
yang paling besar terhadap manusia, untuk itu Allah S.w.t. menuruh manusia
untuk memanfaatkannya dengan baik dan terus harusber-syukur kepadanya. Akan
tetapi pada kenyataannya lain, malahan terjadi kerusakan disana-sini akibat
perbuatan orang-orang munafiq.
Rosulullah S.a.w. menyuruh untuk
menanam kembali apa yang rusak dari hutan yang telah ditebang dan dirusak.
Rosulullah sendiri memuji perbuatan ini dengan salah satu perbuatan yang terpuji.
Didalam Al-Qur’an dijelaskan
bahwa alam dunia ini akan rusak disebabkan oleh tangan orang-orang yang
munafiq. Mereka sangat seraka dalam mengeksploitasi kekayaan alam, mereka tidak
mempedulikan tentang akibatnya. Sekarang sudah banyak kerusakan didarat,
dilaut, dan diudara. Akibatnya banyak bencana yang terjadi sana-sini, seperti
banjir, gempa, gunung meletus, angina putting beliung, dan ada lagi yang sangat
mengkhawatirkan yaitu issu akan terjadinya pemanasan global.
Sekarang hutan banyak yang rusak
karena banyaknya penebang liar dan tidak adanya lagi penghijauan kembali. Dalam
hal ini Rosulullah S.a.w. sangat tidak menyukai, malahan Rosulullah S.a.w.
melarang dengan haditsnya yang diriwayatkan oleh beberapa sahabatnya. Untuk itu
didalam pembahasan yang sedikit ini saya akan mencoba menjelaskan apa yang
telah disampaikan oleh hadits Rosulullah S.a.w.
BAB II
Pembahasan
Hadits Rosulullah
S.a.w. tentang Lingkungan
Adapun mengenai hadits
Rosulullah S.a.w tentang peduli lingkungan ini banyak sekali, salah satu
diantaranya sebagai berikut :
1. Larangan Menelantarkan Lahan
حَدِيْثُ جَابِرِ ابْنِ عَبْدِ اللهِ رضى
الله عنهما, قَالَ : كَانَتْ لِرِجَالٍ مِنَّا فُضُوْلُ اَرَضِيْنَ, فَقَالُوْا
نُؤَاجِرُهَا بِالثُّلُثِ وَالرُّبُعِ وَالنِّصْفِ, فَقَالَ النَّبِىُّ ص.م. :
مَنْ كَانَتْ لَهُ اَرْضٌ فَلْيَزْرَعْهَا اَوْلِيَمْنَحْهَا اَخَاهُ فَإِنْ أَبَى
فَلْيُمْسِكْ أَرْضَهُ.
“ Hadist
Jabir bin Abdullah r.a. dia berkata : Ada
beberapa orang dari kami mempunyai simpanan tanah. Lalu mereka berkata: Kami
akan sewakan tanah itu (untuk mengelolahnya) dengan sepertiga hasilnya,
seperempat dan seperdua. Rosulullah S.a.w. bersabda: Barangsiapa ada memiliki
tanah, maka hendaklah ia tanami atau serahkan kepada saudaranya (untuk
dimanfaatkan), maka jika ia enggan, hendaklah ia memperhatikan sendiri
memelihara tanah itu. “ (HR.
Imam Bukhori dalam kitab Al-Hibbah)
Selain dari hadits diatas, ada
juga bersumber dari Abu Hurairah r.a. dengan lafazd sebagai berikut :
حَدِيْثُ أَبِى هُرَيْرَةَ رضى الله عنه
قال: قال رسول الله عليه وسلم : مَنْ كَانَتْ لَهُ اَرْضٌ فَلْيَزْرَعْهَا
اَوْلِيَمْنَحْهَا اَخَاهُ فَإِنْ أَبَى فَلْيُمْسِكْ أَرْضَهُ.(اخرجه البخارى فى
كتاب المزاعة)
Antara kedua tersebut terdapat
persamaan, yaitu masing-masing ditakhrijkan oleh Imam Bukhori. Sedangkan
perbedaannya adalah sumber hadits tersebut dari Jabir yang diletakkan dalam
kitab Al-Hibbah yang satunya bersumber dari Abu Hurairah dan diletakkan dalam
kitab Al-Muzara’ah.
Dari ungkapan Nabi S.a.w. dalam
hadits diatas yang menganjurkan bagi pemilik tanah hendaklah menanami lahannya
atau menyuruh saudaranya (orang lain) untuk menanaminya. Ungkapan ini
mengandung pengertian agar manusia jangan membiarkan lingkungan (lahan yang
dimiliki) tidak membawa manfaat baginya dan bagi kehidupan secara umum.
Memanfaatkan lahan yang kita miliki dengan menanaminya dengan tumbuh-tumbuhan
yang mendatangkan hasil yang berguna untuk kesejahteraan pemiliknya, maupun
bagi kebutuhan konsumsi orang lain. Hal ini merupakan upaya menciptakan
kesejahteraan hidup melalui kepedulian terhadap lingkungan. Allah S.w.t. telah
mengisyaratkan dalam Al-Qur’an supaya memanfaatkan segala yang Allah ciptakan
di muka bumi ini. Isyarat tersebut seperti diungkapkan dalam firman-Nya:
“ Dia-lah Allah, yang menjadikan segala
yang ada di bumi untuk kamu semua.” (Qs. Al-Baqoroh : 29)
Dalam hadits dari Jabir di atas
menjelaskan bahwa sebagian para sahabat Nabi S.a.w. memanfaatkan lahan yang
mereka miliki dengan menyewakan lahannya kepada petani. Mereka menatapkan
sewanya sepertiga atau seperempat atau malahan seperdua dari hasil yang didapat
oleh petani. Dengan adanya praktek demikian yang dilakukan oleh para sahabat,
maka Nabi meresponnya dengan mengeluarkan hadits diatas, yang intinya mengajak
sahabat menanami sendiri lahannya atau menyuruh orang lain mengolahnya apabila
tidak sanggup mengolahnya. Menanggapi permasalahan sewa lahan ini, para ulama
berbeda pendapat tentang kebolehannya.
Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid menjelaskan bahwa segolongan fuqoha
tidak membolehkan menyewakan tanah. Mereka beralasan dengan hadits Rafi’ bin
Khuday yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dalam kitab Al-Muzara’ah :
اَنَّ النَّبِى ص.م. نَهَى عَنْ كَرَاءِ الْمَزَارَعِ. (رواه
البخارى)
“ Bahwasanya Nabi S.a.w. melarang
menyewakan lahan “ (HR.
Bukhori)
Sedangkan jumhur ulama
membolehkan, tetapi imbalan sewanya haruslah dengan uang (dirham atau dinar)
selain itu tidak boleh. Ada
lagi yang berpendapat boleh dengan semua barang, kecuali makanan termasuk yang
ada dalam lahan itu. Berbagai pendapat yang lain seperti yang dikemukakan Ibnu
Rusyd bahwa dilarang menyewakan tanah itu lantaran ada kesamaran didalamnya.
Sebab kemungkinan tanaman yang diusahakan di atas tanah sewaan itu akan
tertimpa bencana, baik karena kebakaran atau banjir. Dan akibatnya si penyewa
harus membayar sewa tanpa memperoleh manfaat apapun daripadanya.
Terkait dengan hadits diatas,
disini Rosulullah S.a.w. juga bersabda dalam kitab Al-Lu’lu’ wal Marjan tentang menyerahkan tanah
kepada orang untuk dikerjakan kemudian memberikan sebagian hasilnya :
حَدِيْثُ ابْنُ عُمَرَ رضى الله عنه,
اَنَّ النَّبِىَ ص.م. عَامَلَ خَيْبَرَ بِشَرْطٍ مَايَخْرُجُ مِنْهَا مِنْ ثَمَرٍ
اَوْزَرْعٍ, فَكَانَ يُعْطِى اَزْوَاجَهُ مِائَةَ وِسْقٍ: ثَمَانُوْنَ وِسْقَ
تَمْرٍ, وَعِشْرُوْنَ وِسْقَ شَعِيْرٍ : فَقَسَمَ عُمَرُ خَيْبَرَ فَخَيَّرَ
اَزْوَاجَ النَّبِىِّ ص.م. اَنْ يُقْطِعَ لَهُنَّ مِنَ الْمَاءِ وَالاَرْضِ اَوْ
يُمْضِىَ لَهُنَّ فَمِنْهُنَّ مَنِ اخْتَارَ الاَرْضَ وَمِنْهُنَّ مَنِ اخْتَارَ
الوَسْقَ, وَكَانَتْ عَائِشَةُ اخْتَارَتِ الاَرْضَ. (اخرجه البخارى)
“ Ibnu
Umar r.a. berkata : Nabi S.a.w. menyerahkan sawah ladang dan tegal di khaibar
kepada penduduk Khaibar dengan menyerahkan separuh dari penghasilannya berupa
kurma atau buah dan tanaman, maka Nabi S.a.w. memberi istri-istrinya seratus
wasaq (1 wasaq=60 sha’. 1 sha’ =4 mud atau 2 ½ Kg), delapan puluh wasaq kurma
tamar, dan dua puluh wasaq sya’er (jawawut). Kemudian dimasa Umar r.a. membebaskan
kepada istri-istri Nabi S.a.w. untuk memilih apakah minta tanahnya atau tetap
minta bagian wasaq itu, maka diantara mereka ada yang memilih tanah dan ada
yang minta bagian hasilnya berupa wasaq.”
(HR. Bukhori)
2. Penanaman
Pohon (reboisasi) Langkah Terpuji
حَدِيْثُ اَنَسٍ رضى الله عنه قَالَ:
مَامِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ اَوْيَزْرَعُ زَرْعًا فَيَأْكُلُ مِنْهُ طَيْرٌ
اَوْاِنْسَانٌ اَوْبَهِيْمَةٌ اِلاَّكَانَ لَهُ بِهِ صَدَقَةٌ. (اخرجه البخارى فى
كتاب المزاعة)
“ Hadits
dari Anas r.a. dia berkata: Rosulullah S.a.w. bersabda : Seseorang muslim
tidaklah menanam sebatang pohon atau menabur benih ke tanah, lalu datang burung
atau manusia atau binatang memakan sebagian daripadanya, melainkan apa yang
dimakan itu merupakan sedekahnya “. (HR.
Imam Bukhori)
Pada dasarnya Allah S.w.t. telah
melarang kepada manusia agar tidak merusak hutan, hal ini sebagaimana
firman-Nya dalam surat
Al-Baqoroh ayat 11 :
وَاِذَا قِيْلَ لَهُمْ لاَتُفْسِدُوْا فِى
الاَرْضِ…
“ Dan apabila dikatakan kepada mereka :
Janganlah kamu membuat kerusakan dimuka bumi “
Dan ada lagi dalam surat Al-Baqoroh ayat 204-205:
“ Dan di antara manusia ada orang yang
ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada
Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah penantang yang paling
keras. Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk
mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak,
dan Allah tidak menyukai kebinasaan.”
Dalam ayat diatas, Allah
menjelaskan sifat-sifat orang munafiq dan tindakannya di muka bumi ini.
Informasi yang disampaikan Al-Qur’an bahwa sebagian dari manusia, kata-kata dan
ucapannya tentang kehidupan dunia menarik sekali, sehingga banyak yang
terpedaya. Ia pintar dan pandai menyusun kata-kata dengan gaya yang menawan. Orang munafiq seperti
inilah yang selalu merusak bumi. Tanam-tanaman dan hutan-hutan menjadi rusak,
lingkungan dicemari, buah-buahan dan binatang ternak dibinasakan. Apalagi kalau
mereka sedang berkuasa, dimana-mana mereka berbuat sesuka hatinya.
Gambaran ayat ini sejalan dengan firman
Allah dalam surat
Ar-Rum ayat 41-42 :
“Telah nampak kerusakan di darat dan di
laut disebabkan Karena perbuatan tangan manusia, supay Allah merasakan kepada
mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan
yang benar). Katakanlah: “Adakanlah perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah
bagaimana kesudahan orang-orang yang terdahulu. kebanyakan dari mereka itu
adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah).”
Pada ayat ini sudah jelas bahwa
Allah telah memperingatkan tentang kerusakan yang terjadi di alam dunia ini,
baik di darat, laut maupun udara adalah akibat ulah perbuatan manusia itu
sendiri. Kerusakan di darat seperti rusaknya hutan, hilangnya mata air,
tertimbunnya danau-danau penyimpan air, lenyapnya daerah-daerah peresap air
hujan dan sebagainya. Kerusakan di laut seperti pendangkalan pantai,
menghilangkan tempat-tempat sarang ikan, pencemaran air laut karena tumpahan
minyak, dan lain sebagainya. Allah memperingatkan itu, karena dampak negatifnya
akan dirasakan manusia itu sendiri.
Tidak sepantasnyalah alam ini
dirusak karena ini merupakan salah satu karunia Tuhan, untuk itu seharusnyalah
manusia harus memperbaiki dan memanfaatkannya, hal ini sebagaimana firman Allah
S.w.t. dalam surat
Al-An’am ayat 141-142 yang artinya:
“ Dan dialah yang menjadikan kebun-kebun
yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang
bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan
tidak sama (rasanya). makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia
berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan
kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan. Dan di antara hewan ternak itu ada
yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada yang untuk disembelih. makanlah dari
rezki yang Telah diberikan Allah kepadamu, dan janganlah kamu mengikuti
langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.”
Dekade terakhir ini, pemerintah Indonesia terus
melancarkan program penghijauan. Oleh karena itu, dimana-mana kita akan melihat
reklame dan promosi penghijauan, baik melalui media visual, maupun
audio-visual. Promosi ini banyak terpajang di sudut-sudut jalan, dan tertempel
di mobil-mobil dan lainnya yang mengajak kita menyukseskan program tersebut.
Khusus Provinsi Sulawesi Selatan, pemerintahnya telah mencanangkan program
penghijauan dengan tema "South Sulawesi Go Green" (Sulawesi Selatan Menuju
Penghijauan). Sebagian
orang menyangka bahwa program penghijauan bukanlah suatu amalan yang
mendapatkan pahala di sisi Allah, sehingga ada diantara mereka yang
bermalas-malasan dalam mendukung program tersebut. Kita mungkin masih mengingat
sebuah hadits yang masyhur dari Nabi Saw. beliau bersabda:
"Jika seorang manusia meninggal
dunia, maka terputuslah seluruh amalannya, kecuali dari tiga perkara: sedekah
jariyah (yang mengalir pahalanya), ilmu yang dimanfaatkan, dan anak shaleh yang
mendo’akan kebaikan baginya". [HR.
Muslim dalam Kitab
Al-Washiyyah (4199)]
Perhatikan, satu diantara perkara
yang tak akan terputus amalannya bagi seorang manusia, walaupun ia telah
meninggal dunia adalah SEDEKAH JARIYAH, sedekah yang terus mengalir pahalanya
bagi seseorang. Para ahli ilmu menyatakan
bahwa sedekah jariyah memiliki banyak macam dan jalannya, seperti membuat sumur
umum, membangun masjid, membuat jalan atau jembatan, menanam tumbuhan baik
berupa pohon, biji-bijian atau tanaman pangan, dan lainnya. Jadi, menghijaukan
lingkungan dengan tanaman yang kita tanam merupakan sedekah dan amal jariyah
bagi kita –walau telah meninggal- selama tanaman itu tumbuh atau berketurunan.
Al-Imam Ibnu Baththol -rahimahullah-
berkata: "Ini menunjukkan
bahwa sedekah untuk semua jenis hewan dan makhluk bernyawa di dalamnya terdapat
pahala". [LihatSyarh
Ibnu Baththol (11/473)]
Seorang muslim yang menanam
tanaman tak akan pernah rugi di sisi Allah -Azza wa Jalla-, sebab
tanaman tersebut akan dirasakan manfaatnya oleh manusia dan hewan, bahkan bumi
yang kita tempati. Tanaman yang pernah kita tanam lalu diambil oleh siapa saja,
baik dengan jalan yang halal, maupun jalan haram, maka kita sebagai penanam
tetap mendapatkan pahala, sebab tanaman yang diambil tersebut berubah menjadi
sedekah bagi kita.
Penghijauan merupakan amalan
sholeh yang mengandung banyak manfaat bagi manusia di dunia dan untuk membantu
kemaslahatan akhirat manusia. Tanaman dan pohon yang ditanam oleh seorang
muslim memiliki banyak manfaat, seperti pohon itu bisa menjadi naungan bagi
manusia dan hewan yang lewat, buah dan daunnya terkadang bisa dimakan,
batangnya bisa dibuat menjadi berbagai macam peralatan, akarnya bisa mencegah
terjadinya erosi dan banjir, daunnya bisa menyejukkan pandangan bagi orang
melihatnya, dan pohon juga bisa menjadi pelindung dari gangguan tiupan angin,
membantu sanitasi lingkungan dalam mengurangi polusi udara, dan masih banyak
lagi manfaat tanaman dan pohon yang tidak sempat kita sebutkan di lembaran
sempit ini. Jika demikian banyak manfaat dari REBOISASI, maka tak heran jika
agama kita memerintahkan umatnya untuk memanfaatkan tanah dan menanaminya.
3. Harmonitas
Manusia, Hewan dan Tumbuhan
Manusia, harus mampu menjaga
harmonitas segi tiga keseimbangan ekologi: dirinya (manusia), hewan dan
tumbuhan. Manusia, seperti disinggung sebelumnya, adalah wakil Allah (khalīfah)
di permukaan bumi (Qs. 2: 30). Karena sebagai khalīfah, maka dia harus bertanggungjawab
terhadap apa yang dipimpinnnya, sebagai pengganti Allah dalam memelihara
keseimbangan ekologi. Dia harus memahami fitrahnya yang mengerti maslahat dan
kebutuhannya (Qs. 67: 14). Dengan akal yang diciptakan oleh Allah untuknya, dia
bisa membekali diri dengan ilmu dan pengetahuan serta teknologi, supaya bisa
memenuhi kebutuhan hidupnya dan melaksanakan tugasnya tersebut (Qs. 7: 74).
Dengan bekal itu semua, manusia
harus tampil sebagai sosok yang ‘ramah lingkungan’. Dalam Islam, khalīfah
adalah ‘manusia hijau’. Yaitu sosok yang benar-benar melindungi dan memelihara
lingkungan hidupnya. Dalam hal ini, konsep ihsān dapat dijadikan sebagai
landasan normatif-teologis dalam menciptakan harmonitas manusia dan lingkungan
hidup.
Dalam hadits Jibril yang diriwayatkan oleh Imam Muslim disebutkan bahwa ihsān adalah “engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak mampu melihat-Nya, ketahuilah bahwa dia –dalam ibadahmu—sedang melihatmu.” Ihsān disini dapat diartikan sebagai sikap ramah (baik), yang berarti melindungi dan memelihara dengan baik. Di sini, konteks ihsān dalam ibadah. Pemeliharaan lingkungan dapat menjadi ibadah, karena memelihara lingkungan yang diberikan oleh Allah kepada manusia. Ketika lingkungan dipelihara dan dijaga dengan baik, maka dia menjadi ibadah di hadapan Allah.
Orang yang tidak mengerti konsep ini, akan merusak lingkungannya. Maka banyak terjadi penggundulan hutan besar-besaran, buang sampah sembarangan, dll. Akhirnya, erosi terjadi dimana-mana. Sungai-sungai banyak yang meluap dan merusak pemukiman masyarakat. Pada gilirannya, lingkungan tak lagi bersahabat dengan manusia. Ini akibat dari menjauhkan
Allah dari ranah dan lini kehidupan.
Konsep ihsān yang kedua adalah dalam Qs. 4: 36. Dimana ihsān di sini dimaknai dengan memperhatikan, menyayangi, merawat, dan menghormati. Dalam konteks ini, Islam menuntut manusia agar memperhatikan, menyayangi, merawat dan menghormati lingkungan. Dua konsep ihsān tersebut pada realitanya memang diperlukan oleh manusia dalam konteks interaksi dengan lingkungan. Karena, memang, kita wajib memperlakukan lingkungan dengan cara melindungi dan menjaganya. Bukan malah kita remehkan, lalaikan, serta musnahkan. Jika ini yang berlaku, yang terjadi adalah kerusakan lingkungan hidup yang terjadi dimana-mana. Itu semua, kata Allah, karena ulah tangan-tangan jahil manusia
Padahal, itu semua bukan azab
mutlak, melainkan peringatan agar manusia merasakan hasil perbuatan jahilnya.
Karena Allah berharap manusia-manusia jahil terhadap lingkungannya dapat
kembali lagi (Qs. 30: 41). Di samping itu, ihsān sejatinya adalah perbuatan
baik yang tanpa batas. Artinya, perhatian terhadap segala sesuatu, baik hidup
maupun mati, adalah tanpa perhitungan alias tak terhingga. Karena prinsip untuk
bersikap lemah lembut berlaku bagi setiap elemen lingkungan, baik makhluk hidup
maupun makhluk mati, serta yang berakal maupun yang tidak berakal. Dengan kata
lain: prinsip untuk bersikap ihsān ini mencakup manusia, hewan,
tumbuh-tumbuhan, dan makhluk mati.
Kesimpulan
Untuk memudahkan dalam
makalah yang sederhana ini, berikut kami tampilkan sebuah kesimpulan sebagai
berikut :
1.
Hadist Jabir bin Abdullah
r.a. ini merupakan larangan menelantarkan lahan, karena hal ini termasuk
perbuatan yang tidak bermanfaat.
2.
Dalam menelantarkan
lahan, Rosulullah S.a.w. menyarankan untuk memanfaatkan dan mengupah orang lain
untuk mengelolahnya.
3.
Reboisasi adalah
merupakan salah satu perbuatan yang terpuji.
4.
Allah S.w.t.
menggambarkan kerusakan alam merupakan akibat dari ulah manusia itu sendiri.
5.
Alam di dunia ini
rusak diakibatkan ulah dari perbuatan manusia yang munafiq.
Makalah Perkembangan Moral & Agama Pada Remaja
Perkembangan Moral dan Agama Pada Remaja
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu tugas perkembangan yang harus dikuasai remaja adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompok dari padanya dan kemudian mau membentuk perilakunya agar sesuai dengan harapam social tanpa terus dibimbing,diawasi didororng dan diancam hukuman seperti yang dialami waktu anak-anak.
Fase remaja merupakan segmen perkembangan individu yang sangat penting, yang diawali dengan matangnya organ-organ fisik (seksual) sehingga mampu berproduksi. Salzman mengemukakan, bahwa remaja merupakan masa perkembangan sikap tergantung (dependence) terhadap orang tua ke arah kemandirian (independence), minat-minat seksual, perenungan diri, dan perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka masalah "Perkembangan Moral dan Keagamaan Remaja" dapat dirumuskan sebagai berikut:
1). Bagaimana perkembangan moral remaja?
2). Faktor-faktor apa yang mempengaruhi perkembangan moral remaja?
3). Bagaimana pula perkembangan keagamaan remaja?
C. Prosedur Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah yaitu langkah-langkah yang ditempuh dengan pendekatan Metode Library Research (kepustakaan) yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas.
D. Sistematika pembahasan
Makalah ini terdiri dari tiga bab, yaitu pertama pendahuluan meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah, proses pemecahan masalah dan sistematika pembahasan itu sendiri.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan Moral Remaja
Istilah moral berasal dari kata Latin "mos" (Moris), yang berarti adat istiadat, kebiasaan, peraturan/niali-nilai atau tata cara kehidupan. Sedangkan moralitas merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral. Nilai-nilai moral itu, seperti:
1. Seruan untuk berbuat baik kepada orang lain, memelihara ketertiban dan keamanan, memelihara kebersihan dan memelihara hak orang lain, dan
2. Larangan mencuri, berzina, membunuh, meminum-minumanan keras dan berjudi.
Seseorang dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah laku orang tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh kelompok sosialnya. Sehingga tugas penting yang harus dikuasai remaja adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompok daripadanya dan kemudian mau membentuk perilakunya agar sesuai dengan harapan sosial tanpa terus dibimbing, diawasi, didorong, dan diancam hukuman seperti yang dialami waktu anak-anak.
Remaja diharapkan mengganti konsep-konsep moral yang berlaku umum dan merumuskannya ke dalam kode moral yang akan berfungsi sebagai pedoman bagi perilakunya.
Tidak kalah pentingnya, sekarang remaja harus mengendalikan perilakunya sendiri, yang sebelumnya menjadi tanggung jawab orang tua dan guru. Mitchell telah meringkaskan lima perubahan dasar dalam moral yang harus dilakukan oleh remaja yaitu:
1). Pandangan moral individu semakin lama semakin menjadi lebih abstrak dan kurang konkret.
2). Keyakinan moral lebih berpusat pada apa yang benar dan kurang pada apa yang salah. Keadilan muncul sebagai kekuatan moral yang dominant.
3). Penilaian moral menjadi semakin kognitif. Ia mendorong remaja lebih berani menganalisis kode social dan kode pribadi dari pada masa anak-anak dan berani mengambil keputusan terhadap berbagai masalah moral yang dihadapinya.
4). Penilaian moral menjadi kurang egosentris.
5). Penilaian moral secara psikologis menjadi lebih mahal dalam arti bahwa penilaian moral merupakan bahan emosi dan menimbulkan ketegangan psikologis.
Pada masa remaja, laki-laki dan perempuan telah mencapai apa yang oleh Piaget disebut tahap pelaksanaan formal dalam kemampuan kognitif. Sekarang remaja mampu mempertimbangkan semua kemungkinan untuk menyelesaikan suatu masalah dan mempertanggungjawabkannya berdasarkan suatu hipotesis atau proporsi. Jadi ia dapat memandang masalahnya dari berbagai sisi dan menyelesaikannya dengan mengambil banyak faktor sebagai dasar pertimbangan.
Menurut Kohlberg, tahap perkembangan moral ketiga, moral moralitas pascakonvensional harus dicapai selama masa remaja.tahap ini merupakan tahap menerima sendiri sejumlah prinsip dan terdiri dari dua tahap. Dalam tahap pertama individu yakin bahwa harus ada kelenturan dalam keyakinan moral sehingga dimungkinkan adanya perbaikan dan perubahan standar apabila hal ini menguntungkan anggota-anggota kelompok secara keseluruhan. Dalam tahap kedua individu menyesuaikan dengan standar sosial dan ideal yang di internalisasi lebih untuk menghindari hukuman terhadap diri sendiri daripada sensor sosial. Dalam tahap ini, moralitas didasarkan pada rasa hormat kepada orang-orang lain dan bukan pada keinginan yang bersifat pribadi.
Ada tiga tugas pokok remaja dalam mencapai moralitas remaja dewasa, yaitu:
1). Mengganti konsep moral khusus dengan konsep moral umum.
2). Merumuskan konsep moral yang baru dikembangkan ke dalam kode moral sebagai kode prilaku.
3). Melakukan pengendalian terhadap perilaku sendiri.
Perkembangan moral adalah salah satu topic tertua yang menarik minat mereka yang ingin tahu mengenai sifat dasar manusia. Kini kebanyakan orang memiliki pendapat yang kuat mengenai tingkah laku yang dapat diterima dan yang tidak dapat di terima, tingkah laku etis dan tidak etis, dan cara-cara yang harus dilakukan untuk mengajarkan tingkah laku yang dapat diterima dan etis kepada remaja.
Perkembangan moral (moral development) berhubungan dengan peraturan-peraturan dan nilai-nilai mengenai apa yang harus dilakukan seseorang dalam interaksinya dengan orang lain. Anak-anak ketika dilahirkan tidak memiliki moral (imoral). Tetapi dalam dirinya terdapat potensi yang siap untuk dikembangkan. Karena itu, melalui pengalamannya berinteraksi dengan orang lain (dengan orang tua, saudara dan teman sebaya), anak belajar memahami tentang perilaku mana yang baik, yang boleh dikerjakan dan tingkah laku mana yang buruk, yang tidak boleh dikerjakan.
Teori Psikoanalisis tentang perkembangan moral menggambarkan perkembangan moral, teori psikoanalisa dengan pembagian struktur kepribadian manusia menjadi tiga, yaitu id, ego, dan superego. Id adalah struktur kepribadian yang terdiri atas aspek biologis yang irasional dan tidak disadari. Ego adalah struktur kepribadian yang terdiri atas aspek psikologis, yaitu subsistem ego yang rasional dan disadari, namun tidak memiliki moralitas. Superego adalah struktur kepribadian yang terdiri atas aspek social yang berisikan system nilai dan moral, yang benar-benar memperhitungkan "benar" atau "salahnya" sesuatu.
Hal penting lain dari teori perkembangan moral Kohlberg adalah orientasinya untuk mengungkapkan moral yang hanya ada dalam pikiran dan yang dibedakan dengan tingkah laku moral dalam arti perbuatan nyata. Semakin tinggi tahap perkembangan moral sesorang, akan semakin terlihat moralitas yang lebih mantap dan bertanggung jawabdari perbuatan-perbuatannya.
Latar belakang kehidupan keagamaan remaja dan ajaran agamanya berkenaan dengan hakekat dan nasib manusia, memainkan peranan penting dalam menentukan konsepsinya tentang apa dan siapa dia, dan akan menjadi apa dia.
Agama, seperti yang kita temukan dalam kehidupan sehari-hari, terdiri atas suatu sistem tentang keyakinan-keyakinan, sikap-sikap danpraktek-praktek yang kita anut, pada umumnya berpusat sekitar pemujaan.
Dari sudut pandangan individu yang beragama, agama adalah sesuatu yang menjadi urusan terakhir baginya. Artinya bagi kebanyakan orang, agama merupakan jawaban terhadap kehausannya akan kepastian, jaminan, dan keyakinan tempat mereka melekatkan dirinya dan untuk menopang harapan-harapannya.
Dari sudut pandangan social, seseorang berusaha melalui agamanya untuk memasuki hubungan-hubungan bermakna dengan orang lain, mencapai komitmen yang ia pegang bersama dengan orang lain dalam ketaatan yang umum terhadapnya.bagi kebanyakan orang, agama merupakan dasar terhadap falsafah hidupnya.
Penemuan lain menunjukkan, bahwa sekalipun pada masa remaja banyak mempertanyakan kepercayaan-kepercayaan keagamaan mereka, namun pada akhirnya kembali lagi kepada kepercayaan tersebut. Banyak orang yang pada usia dua puluhan dan awal tiga puluhan, tatkala mereka sudah menjadi orang tua, kembali melakukan praktek-praktek yang sebelumnya mereka abaikan (Bossard dan Boll, 1943).
Bagi remaja, agama memiliki arti yang sama pentingnya dengan moral. Bahkan, sebagaiman dijelaskan oleh Adams & Gullotta (1983), agama memberikan sebuah kerangka moral, sehingga membuat seseorang mampu membandingkan tingkah lakunya. Agama dapat menstabilkan tingkah laku dan bias memberikan penjelasan mengapa dan untuk apa seseorang berada didunia ini. Agama memberikan perlindungan rasa aman, terutama bagi remaja yang tengah mencari eksistensi dirinya.
Dibandingkan dengan masa awal anak-anak misalnya, keyakinan agama remaja telah mengalami perkembangan yang cukup berarti. Kalau pada masa awal anak-anak ketika mereka baru memiliki kemampuan berpikir simbolik. Tuhan dibayangkan sebagai person yang berada diawan, maka pada masa remajamereka mungkin berusaha mencari sebuah konsep yang lebih mendalam tentang Tuhan dan eksistensi. Perkembangan pemahaman remaja terhadap keyakinan agama ini sangat dipengaruhi oleh perkembangan kognitifnya.
Oleh karena itu meskipun pada masa awal anak-anak ia telah diajarkan agama oleh orang tua mereka, namun karena pada masa remaja mereka mengalami kemajuann dalam perkembangan kognitif, mereka mungkin mempertanyakan tentang kebenaran keyakinan agama mereka sendiri. Sehubungan dengan pengaruh perekembangan kognitif terhadap perkembangan agama selama masa remaja ini.
Dalam suatu studi yang dilakukan Goldman (1962) tentang perkembangan pemahaman agama anak-anak dan remaja dengan latar belakang teori perkembangan kognitif Piaget, ditemukan bahwa perkembangan pemahaman agama remaja berada pada tahap 3, yaitu formal operational religious thought, di mana remaja memperlihatkann pemahaman agama yang lebih abstrak dan hipotesis. Peneliti lain juga menemukan perubahan perkembangan yang sama, pada anak-anak dan remaja. Oser & Gmunder, 1991 (dalam Santrock, 1998) misalnya menemukan bahwa remaja usia sekitar 17 atau 18 tahun makin meningkat ulasannya tentang kebebasan, pemahaman, dan pengharapan konsep-konsep abstrak ketika membuat pertimbangan tentang agama.
Apa yang dikemukakan tentang perkembangan dalam masa remaja ini hanya merupakan cirri-ciri pokoknya saja.
James Fowler (1976) mengajukan pandangan lain dalam perkembangan konsep religius. Indiduating-reflexive faith adalah tahap yang dikemukakan Fawler, muncul pada masa remaja akhir yang merupakan masa yang penting dalam perkembangan identitas keagamaan. Untuk pertama kalinya dalam hidup mereka, individu memiliki tanggung jawab penuh atas keyakinan religius mereka. Sebelumnya mereka mengandalkan semuanya pada keyakinan orang tuanya.
Salah satu area dari pengaruh agama terhadap perkembangan remaja adalah kegiatan seksual. Walaupun keanakaragaman dan perubahan dalam pengajaran menyulitkan kita untuk menentukan karakteristik doktrin keagamaan, tetapi sebagian besar agama tidak mendukung seks pranikah.
Oleh karena itu, tingkat keterlibatan remaja dalam organisai keagamaan mungkin lebih penting dari pada sekedar keanggotaan mereka dalam menentukan sikap dan tingkah laku seks pranikah mereka. Remaja yang sering menghadiri ibadat keagamaan dapat mendengarkan pesan-pesan untuk menjauhkan diri dari seks.
Remaja masa kini menaruh minat pada agama dan menganggap bahwa agama berperan penting dalam kehidupan. Minat pada agama antara lain tampak dengan dengan membahas masalah agama, mengikuti pelajaran-pelajaran agama di sekolah dan perguruan tinggi, mengunjungi tempat ibadah dan mengikuti berbagai upacara agama.
Sejalan dengan perkembangan kesadaran moralitas, perkembangan penghayatan keagamaan, yang erat hubungannya dengan perkembangan intelektual disamping emosional dan volisional (konatif) mengalami perkembangan.
Para ahli umumnya (Zakiah Daradjat, Starbuch, William James) sependapat bahwa pada garis besarnya perkembangan penghayatan keagamaan itu dapat di bagi dalam tiga tahapan yang secara kulitatif menunjukkan karakteristik yang berbeda. Adapun penghayatan keagamaan remaja adalah sebagai berikut:
1). Masa awal remaja (12-18 tahun) dapat dibagi ke dalam dua sub tahapan sebagai berikut:
a) Sikap negative (meskipun tidak selalu terang-terangan) disebabkan alam pikirannya yang kritis melihat kenyataan orang-orang beragama secara hipocrit (pura-pura) yang pengakuan dan ucapannya tidak selalu selaras dengan perbuatannya.
b) Pandangan dalam hal ke-Tuhanannya menjadi kacau karena ia banyak membaca atau mendengar berbagai konsep dan pemikiran atau aliran paham banyak yang tidak cocok atau bertentangan satu sama lain.
c) Penghayatan rohaniahnya cenderung skeptic(diliputi kewas-wasan) sehingga banyak yang enggan melakukan berbagai kegiatan ritual yang selama ini dilakukannya dengan kepatuhan.
2). Masa remaja akhir yang ditandai antara lain oleh hal-hal berikut ini:
a) Sikap kembali, pada umumnya, kearah positif dengan tercapainya kedewasaan intelektual, bahkan agama dapat menjadi pegangan hidupnya menjelanh dewasa.
b) Pandangan dalam hal ke-Tuhanan dipahamkannya dalam konteks agama yang dianut dan dipilihnya.
c) Penghayatan rohaniahnya kembali tenanh setelah melalui proses identifikasi dan merindu puja ia dapat membedakan antara agama sebagai doktrin atau ajaran dan manusia penganutnya, yang baik shalih) dari yang tidak. Ia juga memahami bahwa terdapat berbagai aliran paham dan jenis keagamaan yang penuh toleransi seyogyanya diterima sebagai kenyataan yang hidup didunia ini.
Menurut Wagner (1970) banyak remaja menyelidiki agama sebagai suatu sumber dari rangsangan emosial dan intelektual. Para pemuda ingin mempelajari agama berdasarkan pengertian intelektual dan tidak ingin menerimanya secara begitu saja. Mereka meragukan agama bukan karena ingin manjadi agnostik atau atheis, melainkan karena ingin menerima agama sebagai sesuatu yang bermakna berdasarkan keinginan mereka untuk mandiri dan bebas menentukan keputusan-keputusan mereka sendiri.
BAB III
KESIMPULAN
Seseorang dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah laku orang tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh kelompok sosialnya. Sehingga tugas penting yang harus dikuasai remaja adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompoknya.
Ada tiga tugas pokok remaja dalam mencapai moralitas remaja dewasa, yaitu:
1. Mengganti konsep moral khusus dengan konsep moral umum.
2. Merumuskan konsep moral yang baru dikembangkan ke dalam kode moral sebagai kode prilaku.
3. Melakukan pengendalian terhadap perilaku sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
· Santrock, John W. 2003. Adolescence 6th Edition. Jakarta : PT. Gelora Aksara Pratama
· Desmita. 2005. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Subscribe to:
Posts (Atom)